
SAMADE – Uni Eropa layak disebut sebagai organisasi negara-negara yang bersikap munafik soal perkebunan kelapa sawit, terutama yang berasal dari Indonesia.
Di satu sisi mereka menunjukan kebencian dan mengeluarkan kebijakan yang diskriminatif. Di saat yang bersamaan, Uni Eropa malah membiarkan seluruh perusahaan berkelas trans nasional asal Eropa untuk menggunakan minyak sawit sebanyak-banyaknya.
Dari laman Elaeis.co yang diakses SAMADE, Selasa (24/8/2021), Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI), Eddy Martono, menyebutkan tidak hanya perusahaan dalam negeri atau lokal yang menggunakan produk sawit maupun turunannya.
Perusahaan multinasional juga demikian.
“Ya, banyak perusahaan multinasional juga mengunakan produk minyak sawit maupun turunannya. Contohnya Coca Cola, Kraft, P&G, Nestle dan masih banyak lagi,” kata Eddy Martono dalam sebuah webinar.
Itu berarti, kata Eddy, penggunaan produk sawit tidak hanya untuk produk lokal, namun produk luar negeri juga menggunakan sawit.
Penggunaan minyak sawit dijumpai mulai dari minyak goreng, permen cokelat, biskuit, sabun, krimer, shampo, hingga bahan untuk membikin disenfektan.
Eddy menilai hal itu menjadi bukti kalau tanaman sawit -walau dihajar dari kiri dan kanan- ternyata sangat dibutuhkan Eropa.
“Artinya, mereka benci, tapi rindu. Begitulah istilahnya. Walau dihajar kanan-kiri, tapi tak bisa meninggalkan sawit,” kata dia.
Kata Eddy, pada tahun 2020 lalu, konsumsi sawit di dalam negeri meningkat dibanding 2019. Ia mencontohkan oleokimia yang meningkat dari 1,06 juta ton menjadi 1,70 juta ton.
“Konsumsi meningkat karena bahan utama membikin sabun dan hand sanitizer juga dari sawit. Bahkan, di tahun 2020, biodiesel meningkat dari 5,83 juta ton menjadi 7,23 juta ton. Itu dikarenakan tidak ada lagi impor solar mulai tahun lalu sampai saat ini dan penggantinya biodiesel,” kata Eddy Martono.